Sekilas Info

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh Selamat Datang Di Blog Seuntai Kenangan

Rabu, 11 April 2007

”Hati-hatilah Membaca ”Ensiklopedi Islam untuk Pelajar!”

Oleh: Adian Husaini

Sebelum meninggalnya, Prof. Dr. Nurcholish Madjid tercatat sebagai pemimpin redaksi buku ”Ensiklopedi Islam untuk Pelajar” terbitan PT Ichtiar Baru Van Hoeve. Redaktur Pelaksananya adalah Budhy Munawar Rachman dan Ihsan Ali Fauzi. Di dalam jajaran penulisnya, ada sejumlah nama yang cukup dikenal, seperti Kautsar Azhari Noer, Luthfie Assyaukanie, dan Nasaruddin Umar. Kamis (5/4/2007), tanpa sengaja, saya menemukan Ensiklopedi ini di rumah seorang teman di kawasan Cinere. Dia mengaku membeli buku itu untuk menyediakan informasi yang mudah seputar Islam buat putri-putrinya.

Karena penampilannya yang menarik, Ensiklopedi ini segera tidak saya lewatkan untuk menelaahnya. Ternyata, disamping memuat informasi yang bagus dan penting, ada banyak hal yang perlu dikritisi dari Ensiklopedi ini.

Misalnya, dalam pembahasan tentang agama (Jilid I, hal.23), dikatakan bahwa ada teori lain tentang agama yang menyatakan, bahwa agama asli dan tertua adalah monoteisme, yang berasal dari wahyu Tuhan. Sejak zaman Nabi Adam AS, manusia telah menganut monoteisme. Dinamisme, animisme, totemisme, politeisme, dan bentuk lainnya adalah penyelewengan dari monoteisme. Teori monoteisme ini dianut oleh umat Yahudi, Kristen, dan Islam.
Baca Selengkapnya..

Program Libralisme Umat Islam Indonesia

Sesekali bukalah situs www.Libforall.com , di sana ada sejumlah pengakuan jujur kaum liberalis Amerika dan juga pendukungnya di Indonesia untuk menghantam pemikiran Islam kafaah dan syumuliyah yang ada di dalam masyarakat Indonesia. Mereka menyebut umat Islam yang ingin menerapkan syariah Allah ini dengan sebutan “Islam Fundamentalis” dan bahkan menyebutnya sebagai “Teroris”.

Situs yang memiliki slogan “Promote the Culture of Liberty and Tolerance Worldwide” (Menyebarkan budaya kebebasan dan toleransi ke seluruh dunia) ini dalam halaman pertamanya memuat misinya yang antara lain memecah-belah kaum Muslimin dengan membedakan antara kaum Muslimin Fundamentalis yang dianggap sama dengan teroris dengan Muslim Tradisionalis yang disebutnya Muslim Moderat. Jika kita klik enter maka terpampanglah halaman berikutnya yang diawali dengan sebuah kutipan atas pernyataan Abdurrahman Wahid seperti yang pernah dimuat di dalam The Wall Street Journal yang berbunyi: “

“Muslims themselves can and must propagate an understanding of the ‘right’ Islam, and thereby discredit extremist ideology. Yet to accomplish this task requires the understanding and support of like-minded individuals, organizations and governments throughout the world. Our goal must be to illuminate the hearts and minds of humanity, and offer a compelling alternate vision of Islam, one that banishes the fanatical ideology of hatred to the darkness from which it emerged, ” demikian Wahid yang juga menjabat sebagai LibForAll co-founder, patron and board member.

imageJadi, menurut “kiai” yang pernah foto bareng sedang memangku Aryanti Boru Sitepu — perempuan bukan muhrimnya ini hanya pakai daster, umat Islam seharusnya menyebarkan ‘kebenaran’ Islam yang sejuk dan menentang pemikiran Islam radikal. Entah, kebenaran macam apa yang dimaksud oleh “kiai” jenis ini.

Di dalam halaman bertajuk “Indonesian Programs” (Program untuk Indonesia) disebutkan bahwa Libforall sejak 2004 mengefektifkan programnya untuk Indonesia yang disebut sebagai satu negara yang memiliki jumlah Muslim terbanyak dunia, dengan menggandeng orang-orang Indonesia yang disebutnya sebagai tokoh-tokoh umat Islam Indonesia yang telah tercerahkan (baca: tentunya dalam pemahaman kamus kaum liberal). Beberapa programnya secara garis besar adalah:

Mendukung berdirinya “Wahid Institute” yang memiliki slogan “Seeding plural and peaceful Islam” dengan ikut mengembangkan pemahaman “Islam Moderat” dan menyebarkan gagasan pembaharan di bidang demokrasi, pluralisme, dan toleransi antara Muslim di Indonesia dan juga di seluruh dunia. Wahid Institute dipimpin oleh puteri tertua Abdurrahman Wahid yakni Yenni Wahid.

imageLalu di bagian bawah ada foto Abdul Munir Mulkhan, tokoh liberal dari Muhammadiyah, bersama CEO Libforall Holland C. Taylor. Abdul Munir Mulkhan ini mendirikan Yayasan Falsafatuna yang menggabungkan pemahaman sufiisme dengan ke dalam materi pendidikan sekolah untuk menghantam pemikiran Islam fundamentalis.

Lalu ada pula Yayasan Darmokusumo yang bermarkas di Yogya yang menggabungkan Islam dengan kejawen. Yayasan Libforall menyokong yayasan-yayasan lokal ini dengan program dan dana.

imageAda lagi pernyataan jujur yang mencengangkan. Libforall mengadakan pendidikan bagi anak-anak Islam yang berada dalam kemiskinan, “…agar anak-anak miskin ini menerima pendidikan kesetaraan untuk toleransi, penguatan, dan keterampilan individual, dan juga berempati terhadap agama lain, menghadapi dunia maju. ” Seraya menuliskan kegiatannya ada di Jawa Tengah, Yogyakarta, hingga merambah anak-anak korban tsunami di Aceh.

Yang cukup membuat surprise, LibForAll Foundation ternyata juga menggandeng salah satu kelompok musik papan atas Indonesia untuk menyukseskan program liberalisasi Muslim Indonesia. Kelompok musik ini bernama Dewa untuk, “…to counter extremist ideology in the world's most populous Muslim nation. ”.Swaramuslim
Baca Selengkapnya..

Kamis, 05 April 2007

Mengapa AS keras terhadap Iran

Oleh Sayidiman Suryohadiprojo*

Memang sudah lama Amerika Serikat bersikap keras terhadap Iran? Ketika pada tahun 1953, Mosadegh menjadi perdana menteri Iran, AS, melakukan intervensi karena khawatir kepentingannya akan terganggu. CIA berhasil menurunkan Mosadegh untuk memperkuat kedudukan Reza Pahlevi sebagai Syah Iran yang membawa negaranya sepenuhnya mengabdi kepada AS.

Namun, rakyat Iran dengan sejarahnya yang panjang dan gemilang tidak mudah ditaklukkan. Melalui kepemimpinan Ayatullah Komeini, mereka bangkit dan pada tahun 1979 mengusir Reza Pahlevi. Sejak itu, hubungan Iran dengan AS terus tegang dan keras, terutama ketika para mahasiswa Iran menahan 53 anggota kedutaan besar AS di Teheran.

Usaha AS secara militer untuk membebaskan anggota kedutaannya gagal dan putuslah hubungan resmi antara kedua negara. Maka ketika terjadi Perang Irak melawan Iran pada tahun 1980, AS dan sekutunya membantu Irak yang dipimpin Saddam Husein.

Ketika George W Bush menjadi presiden AS pada tahun 2000 sikap politik luar negeri AS makin dikendalikan kaum neokonservatif dan menjadi jauh lebih agresif dari sebelumnya. Bush secara demonstratif menyatakan adanya “Poros Kejahatan” yang membahayakan kepentingan AS, terdiri dari Korea Utara-Irak-Iran. Pada tahun 2003, kaum neo-kon berhasil meyakinkan Presiden Bush menyerang Irak setelah mereka sebelumnya gagal mendorong pendahulu Bush, yaitu Presiden Clinton, melakukan agresi itu. Sekarang AS juga amat keras sikapnya terhadap Iran dan, seperti dulu terhadap Irak, menggunakan isu nuklir sebagai alasan.

imageUntuk memperkuat tindakan yang akan dilakukannya, AS berhasil mengajak DK PBB mengeluarkan Resolusi 1747 yang berisi berbagai sanksi terhadap Iran. Rupanya AS tidak mau mengulangi tindakan unilateral seperti yang dilakukan terhadap Irak sehingga dikecam oleh mayoritas bangsa-bangsa, karena mengesampingkan peran PBB.

Kegigihan sikap AS terhadap Iran itu mengundang pertanyaan apa yang menjadi alasan pokoknya. Sudah banyak indikasi bahwa AS tidak hanya menggunakan jalan diplomasi untuk mencapai tujuannya, tetapi juga siap memakai kekerasan.

Gerakan angkatan laut AS di Teluk Persia diketahui secara umum dan telah diumumkan akan ada latihan militer AS di daerah itu. Intelijen Russia melaporkan ada indikasi kuat gerakan militer AS di perbatasan Iran. Jadi, AS tidak segan menyerang Iran secara militer, sekalipun sedang mengalami banyak kesulitan di Irak.

Penggunaan Mata Uang Dolar AS

imageimageMeskipun AS menuduh Iran melakukan pengayaan nuklir untuk membuat senjata nuklir, namun itu kiranya bukan alasan utama. Seperti dulu, tuduhan kepada Irak tentang senjata nuklir terbukti bohong, soal senjata nuklir Iran besar kemungkinan pula satu kebohongan.

Alasan di luar nuklir yang lebih objektif adalah kepentingan AS untuk menguasai suplai minyak dunia. Irak dan Iran sebagai penghasil minyak besar amat mempengaruhi suplai minyak dunia.

Akan tetapi, Krassimir Petrov, seorang profesor Russia dalam ekonomi, berpendapat ada alasan yang jauh lebih kuat, yakni penggunaan mata uang bukan dolar AS (USD) untuk perdagangan minyak. Dalam tulisannya di majalah Military Technology (Moench Publishing Group, Bonn, April 2006), Petrov mengatakan bahwa untuk kokohnya Imperium Amerika, AS berkepentingan sekali perdagangan minyak dunia dilakukan dengan USD.

Keharusan membeli minyak dengan USD memaksa semua bangsa yang impor minyak untuk mempunyai cukup banyak USD. Maka mereka harus mengekspor sebanyak mungkin untuk memiliki cukup USD, semua berusaha mengekspor sebanyak mungkin ke AS.

Sejak 15 Agustus 1971, AS memutuskan untuk melepaskan USD dari emas dan tidak bersedia lagi menukar USD dengan emas. Namun USD dicetak terus dalam jumlah besar.

Tanpa dukungan emas, USD turun terus nilai intrinsiknya, padahal barang bangsa lain yang diekspor ke AS tetap nilainya. Itu berarti bahwa bangsa lain makin berkurang penerimaannya riil dari ekspor mereka ke AS. Sekalipun begitu mereka tetap mengekspor karena memerlukan USD untuk membeli minyak yang sangat mereka perlukan. Kekuasaan USD ini menunjukkan kekuatan Imperium AS.

Kalau sampai terjadi penjualan minyak dilakukan dengan mata uang lain non-USD (Euro, rubel Rusia, yen Jepang, dll), maka mereka yang membeli minyak harus mempunyai mata uang bukan USD. Mereka tidak perlu lagi menjual barangnya untuk mendapat USD yang makin turun nilainya.

Mereka akan memperoleh nilai sebenarnya dari barang yang mereka ekspor. Apabila gejala ini meluas, USD tidak lagi diperlukan oleh banyak bangsa. Itu akan menyebabkan berakhirnya Imperium Amerika dan ini sama sekali tidak dikehendaki AS.

Iran Pilih Euro

imageMenurut Petrov adalah Saddam Husein, ketika masih berkuasa, yang pertama kali minta minyak Irak dibeli dengan euro. Sebab itu, kekuasaannya harus dimusnahkan sebagai tauladan bagi pihak lain yang mau menirunya.

Sekarang di Iran didirikan Bursa Minyak yang menetapkan mekanisme perdagangan minyak atas dasar euro. Hal ini lebih membahayakan kepentingan AS karena memungkinkan siapa saja melakukan transaksi minyak di Bursa Minyak itu, baik menjual atau membeli minyak, dengan dasar euro.

Mekanisme ini mempunyai daya tarik kuat bagi banyak pihak. Bagi bangsa Eropa, kecuali Inggris, hal ini menarik karena dapat menggunakan mata uang sendiri untuk membeli minyak yang banyak mereka perlukan. Bagi China maupun Jepang, hal ini dapat mengurangi keharusan mempunyai cadangan dalam USD dalam jumlah besar, padahal nilai intrinsiknya turun terus.

Bagi Rusia yang menjual banyak minyak dan gas kepada bangsa Eropa, China, dan Jepang, hal ini sangat menarik. Juga bagi bangsa Arab pengekspor minyak yang kebanyakan menjual minyaknya kepada Eropa. Mereka pun enggan memegang USD yang turun terus nilainya.

Manakala Bursa Minyak Iran dapat berjalan dan berkembang, kepentingan AS jauh lebih dibahayakan ketimbang oleh senjata nuklir yang relatif mudah diatasi AS. Sebab itu, AS amat berkepentingan untuk merobohkan kekuasaan Iran. Yang amat dikehendaki adalah satu pergantian rezim seperti ketika CIA berhasil menurunkan Mosadegh. Akan tetapi kalau itu tidak mungkin, penggunaan kekerasan tidak akan dihindari.

Semua yang dilakukan sekarang, termasuk Resolusi DK PBB, hanya merupakan usaha untuk makin memojokkan dan mengisolasi Iran agar nanti dapat dilakukan pukulan yang menentukan dengan hasil baik. (Sinar Harapan) *Penulis adalah purnawirawan Pati TNI-AD.
Baca Selengkapnya..