Sekilas Info

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh Selamat Datang Di Blog Seuntai Kenangan

Jumat, 18 Juli 2008

Pemerintah Bantu SMA Jadi SMK

Pemerintah akan memberikan bantuan pengadaan peralatan bagi sekolah-sekolah SMA swasta yang terpaksa gulung tikar, jika mengubah statusnya menjadi sekolah-sekolah SMK.

Bantuan pengadaan peralatan itu, nantinya akan disesuaikan dengan potensi daerah, serta tergantung dengan volume bantuan dan anggaran yang dikucurkan pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

"Jika potensinya daerah manufaktur, maka SMA swasta itu bisa menjadi SMK yang berbasis manufaktur. Jika potensinya pariwisata, maka SMK Pariwisata, agar perubahan status itu, tidak sia-sia," ujar Direktur Pembinaan SMK Depdiknas Joko Sutrisno kepada Media Indonesia, Jumat (11/7).

Kendati demikian, Joko menyarankan, bagi SMA-SMA swasta yang berada di kota-kota besar, sebaiknya mengembangkan SMK-SMK yang berbasis pada pariwisata, industri manufaktur, dan industri-industri kratif, seperti animasi dan pengembangan software komputer.

"Karena anggaran tahun ini sudah berjalan, maka bantuan itu tidak bisa diberikan tahun ini, namun SMA-SMA swasta bisa mengajukan proposal dengan segera ke dinas pendidikan kabupaten/kota, agar bisa diproses pada anggaran tahun depan," ujar Joko.

Joko juga mengakui, dengan target pemerintah yang memproritaskan jumlah SMK pada 2010 menjadi 50 berbanding 50 (jumlah SMA), tidak dipungkiri, terjadi dampak tidak langsung, yakni peminat SMA swasta yang mulai mengalihkan minatnya ke SMK untuk melanjutkan pendidikan menengah atas.

"Pasalnya, SMK saat ini, memang diarahkan tidak hanya untuk kompetensi bekerja saja, namun juga bisa melanjutkan ke pendidikan tinggi bidang vokasi (kejuruan), jika mau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi," kata Joko.

Hal ini kemudian, lanjut Joko, tidak memungkinkan ada sejumlah SMA swasta, yang terpaksa gulung tikar dengan beralihnya minat siswa dari SMA swasta ke SMK, dan "booming" SMK pun sudah terbukti di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya. *Sumber Mediaindonesia.com
Baca Selengkapnya..

Kuliah Lewat Internet Lebih Tepat untuk Program Pascasarjana

Wakil Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) menilai pengembangan sistem pendidikan yang berbasis internet dan melalui satelit lebih tepat diperuntukkan bagi program pascasarjana dan penelitian, ketimbang dikenakan di tingkat strata satu (S1). Pandangan itu disampaikan Wakil Rektor Senior Bidang Akademik ITB, Adang Surahman, kepada Antara di Tokyo, Kamis (26/6), setelah mengikuti penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara UNESCO dan Universitas Keio dalam pengembangan program School On Internet Asia.

Keio merupakan perguruan tinggi yang membidani proyek School on Internet yaitu upaya untuk membangun pendidikan global melalui internet dan satelit, guna menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas serta institusi pendidikan yang berbasis penelitian. Peserta pendidikan di tingkat pascasarjana itu umumnya sudah memiliki konsep dan pola berpikir yang cukup terstruktur, sehingga ilmu atau materi yang diperoleh lewat internet atau model perkuliahan bergaya teleconference hanya menjadi pembanding atau pelengkap saja, kata Adang.

Menurut dia, pola perkuliahan di tingkat sarjana strata satu justru lebih membutuhkan pola interaktif yang intens, yaitu dosen memberikan pengenalan akan konsep-konsep dasar secara langsung kepada mahasiswanya. Lebih jauh ia menyampaikan bahwa dalam proses belajar mengajar di tingkat pendidikan tinggi hendakanya penguasaan bahasa Inggris mutlak harus lebih baik, guna memudahkan dalam menyerap atau memahami konsep-konsep yang diperkenalkan melalui text book` atau hasil riset lainnya.

Sebetulnya pemakaian bahasa Inggris itu membantu orang memiliki cara berpikir yang terstruktur atau terencana. Ini yang penting. Kalau sekedar bisa memahami text book, itu merupakan keuntungan selanjutnya, ujarnya. Perlu dibenahi Menyinggung soal sistem pendidikan nasional, Adang Surahman mengatakan perlunya pembenahan di tingkat sekolah dasar dan menengah, mengingat dampak yang dihasilkannya bagi pendidikan di tingkat universitas. Banyak yang salah kaprah dalam sistem pendidikan kita. Jadi yang menderita kerugian juga perguruan tinggi. Padahal siswa-siswa kita tergolong cerdas, ujarnya.

Ia lantas mencontohkan di lingkungan ITB sendiri. Betapa saat menjadi mahasiswa tingkat awal kerap mengalami masalah. Menurut dia, pendidikan di tingkat sekolah dasar dan menengah terlalu bersifat indoktrinatif, seperti menekankan hafalan, padahal yang perlu dikembangkan adalah kemampuan nalar dari para siswanya. Bila membandingkan jam belajar dengan negara-negara maju, maka jam belajar di Indonesia tergolong paling banyak. Di Indonesia jam belajar setahun tercatat sebanyak 1.300 jam, sedangkan di Amerika Serikat dan Eropa tercatat sebanyak 1.000 jam belajar selama setahun. antara/is Sumber: Republika Online http://www.republika.co.id
Baca Selengkapnya..